Senin, 24 November 2014

Rindu Pasar Senen

Menghindar ? Aku rasa tak akan bisa. Aku tak ingin munafik untuk mengatakan " aku sudah melupakanmu ". Hari ini aku lelah sekali, ticket kereta Senja Utama bisnis  jam 20:55 tujuan Yogyakarta dari Pasar Senen memaksaku untuk tidak beristirahat selepas bekerja di salah satu universitas Swasta terkenal di Jakarta. Setelah ckeck out dari hotel sekitar jam 18:00, kakiku melangkah ke halte Trans Jakarta dengan penuh beban. Beban tas yang berat dan rasa lelah dibadan sangat terasa. Tapi aku tak ingin lelah karena kembali ke Jogjakarta adalah salah satu semangatku setelah bekerja beberapa hari disana. Kaki kanan menahan berat dan kadang kaki kiri, bergantian. Aku memang selalu begitu kalau antrian di Trans panjang, aku takut lelahku berlebihan kalau kedua kakiku lurus dan bersamaan menahan berat bebanku.

" neng lihat-lihat dong kalau jalan, jangan mainan handphone " gumam seorang lelaki paruh baya ke seorang gadis cantik.
" maaf pak saya..... "

Ah iya gadis itu, gadis tak berponi dengan rambut panjang yang diikat ke belakang dan terlihat menjadi lebih pendek dengan kacamata imut serta hidung mancungnya itu mengingatkanku akan seseorang. Seseorang yang mungkin dulu sangat berarti bagiku. Sesekali aku memandang gadis itu, gadis yang terlihat ketakutan. Entah takut karena pulang sendiri atau takut yang lain. Tapi sesekali gadis itu tersenyum, senyum manis itu mirip sekali dengan senyum ' dia'. Dia yang beberapa tahun lalu melewati waktu bersamaku. Aku merasakan kehadirannya kembali karena senyuman itu, senyuman teduh yang bermuara pada rindu. Rindu memang selalu seperti itu, seperti dendam, rindu harus dibalas sampai tuntas. Iya aku ternyata merasakan rindu disela himpitan antrean panjang orang-orang yang menunggu bus Trans Jakarta. Entah apa yang aku rasakan, aku merasa khawatir dan tidak rela jika gadis itu ikut berhimpitan disini, diruang halte kecil yang sesak dengan pengantre. Sial, untuk apa aku khawatir, bahkan gadis itu bukan orang yang aku rindukan. Gadis itu hanya mirip secara fisik dengan Dia. Sekian lama aku tak merasakan kekhawatiran seperti itu, kekhawatiran yang tertuju pada seorang gadis yang katanya ingin menghabiskan waktunya sampai tua bersamaku.

Jantungku bergetar hebat, gadis yang tadi mirip dengan dia berada disampingku, mendesak ke arahku, aku merasakan hangat lengan kanan atasnya menempel di lengan kiri atasku. Ah benar dia membuatku sangat bergetar, aku merasa dejavu, mungkin aku pernah merasakan getaran ini saat bersama dia, tapi sangat konyol dan tak mungkin sekali.

Sesekali desakan semakin menghimpit kita. Aku melihat, raut wajah gadis cantik itu mengatakan kalo dia sedang tersiksa, aku berusaha mendesak kananku dan depanku agar memberikan sedikit ruang kosong kepada gadis itu. Aku hanya reflek, aku hanya sedikit khawatir, khawatir yang wajar ketika gadisku merasa terganggu dengan sebuah keadaan.

Di dalam trans kita kembali bersampingan, entah rencana apa yang Tuhan berikan kepadaku, sehingga aku sedekat ini dengan gadis yang notabene berfisik seperti gadisku beberapa tahun lalu. Tanpa sepatah katapun ku ucapkan kepadanya, aku hanya diam, dan selalu diam. Bahkan untuk berkenalan ditempat yang ramai dan saling berhimpitan itu aku tak mampu, aku hanya ingin melindunginya, aku hanya takut terjadi sesuatu terhadapnya, aku hanya bisa melihat bibir tipis dan hidung mancungnya melempar senyum kearah depan. Sesekali aku melihat tangannya, tangan halus itu terlihat sekali, tanpa kuku yang menjulang dari batas kuku dan tangan, terlihat bersih dan indah sekali.

" pasar senen, pasar senen, yang kepasar senen siap-siap turun ". kata pegawai dalam trans.

Yah, inilah tujuanku. Saat itu aku berharap gadis itu juga turun disitu dan mungkin kita akan berkenalan kalau ada kesempatan jalan berdua bersama gadis itu, sekeluarku dari bus Trans ternyata gadis itu tak keluar dari bus itu.
Inilah faktanya, gadis itu memang bukan gadisku dulu, aku hanya merindukannya, aku hanya merasa salah khawatir dengan seseorang yang tak kukenal, yang hanya mirip secara fisik dengan gadisku yang dulu.

Sembari menunggu keretaku datang, aku menulis ini, bahkan sampai sekarang aku didalam kereta, aku masih ingin berusaha menuliskan rinduku kepadamu lewat tulisan ini. Aku tak ingin munafik. Kesepian selalu menghadirkan kerinduan yang mendalam, kerinduan kepada seseorang yang pernah berjanji ingin menghabiskan waktu bersamaku sampai tua. Aku kira aku sudah melupakanmu, ternyata aku salah, kebencinan yang selama ini akrab denganmu, kini telah berevolusi menjadi rindu. Rindu yang tak terbalas. Haruskah aku menuntut kau rindu kepadaku ? ah tentu saja tidak mungkin. Aku hanya bisa berdoa untukmu, untuk kebahagiaanmu. Mungkin saat ini aku berharap, suatu saat nanti aku akan bertemu lagi denganmu, dan berharap anak kita berteman baik. Dan saat ini aku sadar, melupakan kerinduan yang saat ini kurasakan adalah hal yang paling benar untuk aku lakukan. :) -sasono